Museum Kereta Api Ambarawa adalah sebuah stasiun kereta api yang sekarang dialihfungsikan menjadi sebuah museum di Ambarawa, Jawa Tengah yang memiliki kelengkapan kereta api yang pernah berjaya pada zamannya. Salah satu kereta api uap dengan lokomotif nomor B 2502 dan B 2503 buatan Maschinenfabriek Esslingen, serta B 5112 buatan Hannoversche Maschinenbau AG sampai sekarang masih dapat menjalankan aktivitas sebagai kereta api wisata. Kereta api uap bergerigi ini sangat unik dan merupakan salah satu dari tiga yang masih tersisa di dunia. Dua di antaranya ada di Swiss dan India.
Selain koleksi-koleksi unik tadi, masih dapat disaksikan berbagai macam
jenis lokomotif uap dari seri B, C, D hingga jenis CC yang paling besar
(CC 5029, Schweizerische Lokomotiv und Maschinenfabrik/Swiss Locomotive and Machine Works) di halaman museum.
Bangunan dan Lokasi
Ambarawa awalnya merupakan sebuah kota militer pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda. Raja Willem I memerintahkan untuk membangun stasiun kereta api baru yang memungkinkan pemerintah untuk mengangkut tentaranya ke Semarang.
Pada 21 Mei 1873, stasiun kereta api Ambarawa dibangun di atas tanah
seluas 127.500 m². Pada awalnya dikenal sebagai Stasiun Willem I.[2]
Stasiun ini awalnya menjadi titik pertemuan antara lebar sepur 1.435
mm ke arah Kedungjati dengan 1.067 mm ke arah Yogyakarta melalui
Magelang. Hal ini masih bisa terlihat bahwa kedua sisinya dibangun
stasiun kereta api untuk mengakomodasi ukuran lebar sepur yang berbeda.[3]
Museum kereta api Ambarawa kemudian didirikan pada tanggal 6 Oktober 1976 di Stasiun Ambarawa untuk melestarikan lokomotif uap
yang kemudian berada pada masa pemanfaatan kembali ketika jalur rel
1.435 mm milik Perusahaan Negara Kereta Api ditutup. Ini merupakan
museum terbuka yang terdapat pada kompleks stasiun.[3]
Jalur Kereta Api
Rel 1.067 mm menuju Yogyakarta
(disebut lintas 'selatan' meskipun sebenarnya membentang melewati
selatan ke barat melalui Ambarawa) adalah sesuatu yang menarik karena
rel bergigi antara Jambu dan Secang adalah satu-satunya yang masih beroperasi di Pulau Jawa.
Jalur di luar Bedono ini ditutup pada awal tahun 1970 setelah rusak
akibat gempa, serta kalah bersaing dengan moda transportasi lainnya.
Jalur dari Kedungjati (disebut lintas 'utara' karena tujuan akhirnya
adalah Semarang, meskipun sebenarnya berjalan dari timur yang bermula dari Ambarawa) hanya mampu bertahan sampai pertengahan 1970-an, karena lalu lintas KA yang sangat sedikit, juga karena lebih cepat untuk bepergian dengan kendaraan bermotor menuju Semarang. Kehadiran jalur gigi berarti bahwa ada kemungkinan lalu lintas KA dari Semarang ke Yogyakarta tidak begitu padat.[3] Saat ini jalur kereta api ke Kedungjati hingga Semarang dan stasiun-stasiunnya sedang dibangun kembali. Diharapkan proyek ini bisa selesai pada tahun 2015 dan museum ini bisa melayani kereta api penumpang menuju ke Semarang maupun Jakarta setelah 40 tahun mati suri
Wisata
Museum ini melayani kereta wisata Ambarawa-Bedono pp,
Ambarawa-Tuntang pp dan lori wisata Ambarawa-Tuntang pp. Kereta wisata
Ambarawa-Bedono pp atau lebih dikenal sebagai Ambarawa Railway Mountain Tour ini beroperasi dari museum ini menuju Stasiun Bedono
yang jaraknya 35 km dan ditempuh 1 jam untuk sampai stasiun itu. Kereta
ini melewati rel bergerigi yang hanya ada di sini dan di Sawahlunto.
Panorama keindahan alam seperti lembah yang hijau antara Gunung Ungaran
dan Gunung Merbabu dapat disaksikan sepanjang perjalanan.
Pemandangan yang dapat dinikmati dari kereta dan lori
Ambarawa-Tuntang pun tak kalah bagusnya. Kereta ini berangkat dari
stasiun menuju Stasiun Tuntang
yang berada sekitar 7 km dari museum. Di sepanjang jalan dapat dilihat
lanskap menawan berupa sawah dan ladang dengan latar belakang Gunung Ungaran, Gunung Merbabu, dan Rawa Pening di kejauhan. Kereta ini sebenarnya sudah ada sejak dulu, tetapi ditutup pada 1980-an karena prasarana yang rusak.
Harga karcis kereta wisata adalah Rp50.000 per orang, sedangkan lori Rp10.000 per orang. Harga sewa kereta Rp3.000.000
0 komentar:
Posting Komentar